Perkembangan influencer marketing sekaligus artificial intelligence (AI) yang begitu pesat menimbulkan sebuah fenomena baru: virtual influencers. Kehadiran virtual influencers trend ini membuka banyak peluang dalam dunia marketing. Namun dibalik setiap teknologi baru, tentu ada hal yang tetap harus menjadi perhatian. Apakah virtual influencer itu dan bagaimana marketer menerapkannya pada brand?
The New Online Sensation
Virtual influencer memiliki karakteristik yang sangat mirip dengan influencer pada umumnya, mereka aktif di media sosial dan memiliki pengikut dalam jumlah banyak sehingga mempunyai audiens besar ketika menyampaikan sebuah pesan. Hanya saja, personaliti internet ini dibuat oleh kecerdasan artifisial dan hanya berada di dalam dunia maya. Hal ini membuat interaksi influencer dan brand tersebut juga tidak nyata atau dibuat melalui komputer.
Meski bukan manusia sungguhan, banyak brand yang telah mengadaptasi fenomena ini dalam strategi marketing. Sebuah brand dari Brazil, Magalu, bahkan ikut menciptakan virtual influencer mereka sendiri. Virtual influencer lainnya, Lili Miquela, bahkan telah bekerja sama dengan 91 brand seperti Alexander McQueen, BMW, Hugo Boss, dan lainnya.
Mengapa Banyak Brand yang Memanfaatkan Virtual Influencer?
Virtual influencer diciptakan melalui set database tertentu. Database ini memungkinkan influencer tersebut untuk bertindak secara lebih konsisten dan terukur. Brand tentu menyukai hal ini, karena sosok yang terafiliasi dengan brand mereka dirasa lebih stabil, aman, dan bebas dari kontroversi.
Database tiap influencer juga bisa dikembangkan, seperti menambahkan kemampuan bahasa lain, sehingga virtual influencer jauh lebih adaptif untuk berbagai pasar. Selain itu, penggunaan virtual influencer juga menyampaikan pesan bahwa brand tersebut bersifat dinamis dan tech-forward. Image futuristik seperti ini bisa berperan penting bagi beberapa kasus brand tertentu.
Teknologi yang Penuh Perdebatan
Pemanfaatan virtual influencer bagi brand tentu bukannya tanpa kontroversi. Tentu permasalahan ini tidak mengherankan di tengah pro kontra penggunaan AI, termasuk dalam ruang marketing sebuah brand. Salah satu permasalahan utama dari virtual AI adalah konten yang tidak otentik. Hilangnya sentuhan manusia pada sebuah brand bisa membuat audiens malah menjauhi brand tersebut. Sentimen publik juga tidak selalu positif, bahkan menimbulkan efek uncanny-valley, yaitu rasa ketidaknyamanan saat melihat teknologi yang terlalu menyerupai manusia.
Belum adanya peraturan mengenai penggunaan AI pada brand juga dapat menimbulkan masalah seperti penyebaran berita bohong. Meski marketer sudah berusaha mengontrol konten yang dihasilkan virtual influencer, AI masih memiliki sistem pengambilan keputusan yang belum sepenuhnya dimengerti manusia. Poin-poin ini tentu harus diperhatikan oleh marketer untuk menghindari error pada output yang dihasilkan virtual influencer.