Layaknya berkomunikasi antara sesama manusia, komunikasi antara brand dan audiens sering kali berhadapan dengan hambatan. Ketika hambatan tersebut terjadi, social media crisis management berperan penting untuk meluruskan komunikasi tersebut.
Apa itu Social Media Crisis Management
Social media crisis management adalah sebuah strategi mitigasi ketika terdapat kabar buruk yang beredar luas mengenai bisnis di media sosial. Kabar buruk ini tidak harus benar-benar terjadi, namun dampaknya dapat berimbas pada operasional bisnis. Beberapa kabar buruk tersebut meliputi namun tidak terbatas pada; 1.) kesalahan pada produk, 2.) konten media sosial yang mendapat respon negatif, 3.) perilaku negatif dari pegawai atau orang yang terasosiasi dengan bisnis tersebut, dan, 4.) hoax atau berita bohong.
Lebih dari sekedar meminta maaf, social media crisis management juga meliputi identifikasi permasalahan, penyusunan langkah mitigasi, hingga evaluasi agar tidak terjadi krisis kembali di kemudian hari. Langkah-langkah ini perlu diambil oleh bisnis yang bermasalah untuk menghindari rusaknya nama baik brand dan menjaga kepercayaan konsumen.
Susun Strategi Berdasarkan Permasalahan
Tidak semua krisis yang serupa bisa dipecahkan dengan cara yang sama. Penting untuk mengidentifikasi 5W dari sebuah krisis sosial media sebelum memecahkannya dengan 1H yang diformulasikan secara spesifik untuk masalah tersebut. Respon yang disampaikan juga harus menyasar kepada sentimen mayoritas yang dirasakan konsumen atau audiens. Jangan lupa untuk tetap mengawasi berita bohong dan hoax yang mungkin berkembang dari permasalahan awal agar dapat dijawab secara langsung.
Sigap Menjawab dengan Empati
Beberapa kesalahan fatal yang dapat dilakukan ketika terjadi sebuah krisis di sosial media adalah ketiadaan respon dan jawaban yang dianggap tidak tulus. Ketiadaan respon atau respon yang terlalu lambat membuat bola panas terlalu cepat berkembang, sehingga bisnis dapat kehilangan kesempatan untuk membentuk narasi dari perspektif mereka. Sementara itu, jawaban yang dianggap tidak tulus biasanya terjadi karena respon yang diberikan dianggap terlalu scripted dan hanya sekedar untuk menggugurkan kewajiban dalam meminta maaf.
Ketika bisnis ingin menyampaikan permintaan maaf, penting untuk berempati dengan audiens. Empati ini bisa dengan memvalidasi kekecewaan atau kemarahan. Akuntabilitas yang konkret juga bisa menjadi bukti bahwa bisnis tersebut mengakui kesalahan serta bersedia untuk senantiasa memperbaiki diri.
Setiap langkah pada proses manajemen krisis sosial media ini membutuhkan kerendahan hati dan introspeksi dari pelaku bisnis. Oleh karena itu, manajemen krisis yang baik tidak hanya mampu menimbulkan kepercayaan dan menjaga nama baik, namun juga meningkatkan kualitas operasional bisnis itu sendiri.